Kau tau, sebenarnya hidup itu
benar-benar tidak bisa di tebak. Terkadang, kau akan merasakan keindahan hidup dan sedetik kemudian kau akan
merasakan kepahitan hidup.
Tapi bukankah memang begitu seharusnya? Kau tidak akan
merasakan keindahan hidup selamanya, sewaktu-waktu kau pasti akan merasakan
kepahitan hidup.
Tapi dengan adanya pergantian dari indah ke pahit atau
sebaliknya, itu yang bisa membuat hidupmu berwarna. Jadi kau hanya harus
menikmati kehidupan mu, walaupun kau sedang berada di titik pahitnya hidup, kau
harus bisa merubah kepahitan itu menjadi keindahan.
***
kau
tau bagaimana rasanya sakit hati? Ya itu sangat menyakitkan. Aku sudah sering
merasakannya, dan mungkin karena itu aku sudah kebal dengan yang namanya sakit
hati. Dan hal itu sukses merubah sikap ku. Entahlah, itu perubahan yang baik
atau malah perubahan yang buruk. Tapi aku sudah nyaman dengan perubahan sikap
ku dan membuat aku melupakan sikap ku dulu.
Kehidupan
yang keras ini sudah menjadi sahabatku sejak kecil. Kehidupan yang benar-benar
tak ada setitik kebahagiaan di dalamnya, kau tau kenapa aku berkata seperti
itu? Karena aku memang tidak pernah merasakan kebahagiaan. Pernah, sebenarnya
pernah. Tapi itu sudah cukup lama dan hanya samar-samar aku dapat mengingatnya,
mengingat bagaimana rasanya tersenyum dan tertawa puas bukannya tersenyum palsu
yang sering aku lakukan saat ini. Kau tak akan pernah mengerti apa yang aku
rasakan. Kau harus menjadi aku terlebih dahulu, baru kau akan tau seberapa
besar penderitaan ku.
***
Sepertinya
bumi tidak sedang berada di pihak ku saat ini. Pagi ini cuaca cukup cerah, padahal
aku berharap pagi ini mendung dan mungkin turun hujan deras dan ditambah petir
yang menggelegar dimana-mana. Ya seperti itulah suasan hati ku. Mendung ku
samakan dengan pikiranku yang sedang kusut, kusam dan mumet. Hujan ku samakan
dengan perasaan ku saat ini, perasaan yang benar-benar merasa sedih yang tak
bisa ku ungkapkan dengan kata-kata. Dan mungkin kalau aku tak kuat menahan rasa
perih ini aku akan menangis. Dan petir, ku samakan dengan perasaan ku yang satu
lagi, aku marah, kesal dan ingin melampiaskan semua kekesalan ku pada sesuatu. Entahlah
itu kepada orang lain ataupun kepada diriku sendiri. Pokoknya kini aku sedang
marah, sedih, dan kesal. Ketiga perasaan itu menjadi satu.
“Maaf,
apa kakak tak keberatan membantu ku?” suara itu memecahkan lamunan ku yang
mungkin tak ada ujungnya jika suara yang berasal dari seorang gadis kecil yang
kini sedang berdiri di samping ku. Ia memasang senyum manis yang mungkin akan
meluluhkan semua orang yang melihatnya. Tapi senyuman itu tak mempan untuk ku.
“Cari
ibumu saja anak kecil, dia pasti akan membantumu” ujar ku dingin, sangat dingin
mungkin untuk di dengar oleh anak kecil yang mungkin berusia 5 tahun itu. Lalu aku
bangkit dari duduk ku, hendak pergi dari hadapan anak kecil tadi.
“Tapi
ibuku tidak ada disini, dan aku kehilanagn kakak ku” aku menghentikan langkahku
ketika mendengar penjelasan anak kecil tadi. Aku memutarkan kedua bola mataku
ku. Sebenarnya aku tidak usah datang ke taman ini dan meninggalkan kegiatan
sekolah ku begitu saja.
Aku mendesah
berat, lalu berbalik menatap anak kecil yang rambutnya di ikat dua yang membuat
penampilannya bertambah manis. Terlihat sekali dari wajah anak kecil itu kalau
dia memang, sangat butuh bantuan ku.
“Oke,
apa yang bisa aku bantu untuk mu?” tanyaku, sesudah aku menimbang-nimbang,
apakah aku harus menolong anak kecil ini atau meninggalkannya sendirian yang
berkemungkinan akan membuatnya hilang di taman ini. Ternyata sifat baik ku
menang dan ingin membantunya mencari kakak dari anak kecil ini. Sepertinya kakaknya
keterlaluan sekali meninggalkan anak kecil dan ia juga seorang perempuan di
taman yang luas ini. Apa ia hendak membuangnya? Oke, aku sudah berpikiran yang
aneh-aneh.
Ya,
ini sudah hampir 1 jam aku mencari kakak dari anak kecil yang kini sedang
mengekori ku dari belakang. Apa memang benar, kakaknya membuangnya disini? Aku berbalik
dan menatap anak kecil yang tatapannya masih jelelatan melirik kesekitar taman
ini, sehingga ia tak mengetahui kalau aku sudah berhenti berjalan dan
membuatnya menabrak tubuh ku. Ya untung saja dia tidak jatuh karena menabrak ku.
“Sebenarnya
kau ini kehilangan kakak mu atau memang kau di buang oleh kakak mu sih?” oke,
aku mungkin sudah kelewatan karena sudah membentaknya, mata anak kecil itu
sudah berkaca-kaca dan pipinya juga sudah memerah. Oh tidak, sebentar lagi
telinga ku pasti akan sakit mendengar suara tangisan anak ini.
“Kau
tidak seharusnya bersikap kasar seperti itu kepada adik ku!” apakah anak kecil
itu baru saja berbicara seperti itu kepadaku? Ah tidak, suara ini bukan berasal
dari anak kecil yang sebentar lagi akan menangis itu, tapi suara ini berasal
dari belakang tubuh ku. Aku berbalik dan melihat seorang perempuan yang mungkin
seumuran dengan ku. Ia tampak marah, ya aku bisa membaca ekspresinya yang
memang menunjukan kalau ia benar-benar marah padaku.
“Kakak!!”
anak kecil yang tadi sempat merepotkan ku itu berlari dan langsung memeluk
perempuan yang kini ku yakini ialah orang yang sedari tadi ku cari-cari. Perempuan
itu berjongkok untuk mengangkat tubuh anak kecil itu lalu menggendongnya.
“Seharusnya
kau tak boleh bersikap dingin kepada anak kecil!” ucapnya lantang. Terlalu lantang
dan menjadi sebuah teriakan kecil. Aku memutar bola mata ku lalu melipat kedua
tangan ku di dada ku.
“Dan seharusnya,seorang
kakak tidak boleh meninggalkan adik kecilnya sendirian di taman dan membuat
orang lain di buat repot olehnya” balasku, ku lihat perempuan itu terlihat
tambah marah padaku. Tapi ya… aku tak peduli. Lalu aku berlalu begitu saja meninggalkan
perempuan itu.
“Dasar
laki-laki aneh! Freak!” teriaknya dan sukses membuat ku menghentikan langkah ku
dan berbalik kembali mendekati perempuan tadi.
“Apa
kau bilang? Aku? Aneh! Hei, siapa kau? Bisa-bisanya kau mengatai ku aneh! Kau tak
seharusnya berkata seperti itu padaku. Kau tak mengenal aku. Dan seharusnya kau
berterima kasih karena aku sudah mau menolong adik mu, jika aku meninggalkannya
tadi, kemungkinan besar kau tidak akan pernah melihat adik mu lagi!” aku lepas
kontrol lagi, dan tadi aku sukses memarahi orang lain yang tak aku kenal. Aku memang
tidak bisa menahan emosi ku. Jika aku sedang marah, semua orang yang berada di
dekat ku pasti akan kena imbasnya. Dan perempuan itu, menatap ku sinis karena
aku sudah memarahinya tadi. Aku menatap matanya lekat-lekat. Mata berwarna
cokelat terang yang meningatkan ku pada seseorang yang aku rindukan. Jantung ku
berdetak lebih cepat. Oh tidak, ada apa denganku? Kenapa aku merasakan suatu
hal yang sudah lama aku tak rasakan? Tidak! Ini tidak benar, aku harus pergi,
sebelum aku melakukan hal aneh, seperti tiba-tiba memeluk perempuan yang menyebalkan
itu. Oke, aku memang harus pergi.